BEKASI — KOMPAS RAKYAT
Suasana Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Kamis 20 November 2025, mendadak tegang. Muhammad Syamsudin, Ketua DPC KAI Kabupaten Bekasi, berdiri di depan forum resmi dan melemparkan pertanyaan yang menggema di ruang sidang:
“Ada apa dengan Pengadilan Negeri Bekasi?”
Pernyataan itu bukan lontaran kosong. Hari itu, Syamsudin—yang bertindak sebagai kuasa hukum Ketua RT sekaligus pemilik tanah sah—menguliti satu per satu kejanggalan dalam rencana eksekusi lahan yang disebutnya penuh anomali prosedural dan cacat hukum yang tak bisa dianggap sepele.
Prosedur Dasar Tidak Dipenuhi: Panggilan Tak Pernah Diterima
Syamsudin membuka pernyataannya dengan fakta yang cukup mengguncang kredibilitas proses eksekusi:
Pemilik tanah tidak pernah menerima panggilan, undangan, atau pemberitahuan resmi apa pun dari pengadilan hingga hari ini.
Tanpa pemanggilan sah, proses eksekusi tak ubahnya tindakan sepihak yang menabrak asas due process of law.
“Bagaimana pengadilan menjalankan eksekusi ketika prosedur paling mendasar pun tidak dipenuhi?” katanya.
Instansi Non-Yurisdiksi Ikut Dicantumkan: “Ini Bukan Salah Ketik, Ini Keanehan Struktural”
Syamsudin kemudian membeberkan kejanggalan yang lebih mencengangkan: undangan eksekusi mencantumkan institusi yang bahkan tidak berada dalam wilayah hukum Bekasi.
— Polres Bekasi, namun bukan Bekasi Kota.
— Kapolsek dari Jakarta Utara–Cilincing.
— Koramil Kalibaru Banyuwangi, ratusan kilometer dari objek perkara.
“Ini tidak logis. Ini bukan salah ketik. Ini keanehan struktural,” tegas Syamsudin.
Ia mempertanyakan motif dan mekanisme di balik pencantuman instansi-instansi yang tidak memiliki relevansi hukum tersebut.
Tanah Sah, Pajak Dibayar, Tidak Pernah Digugat
Objek tanah berada dalam penguasaan sah. Pajak dibayar rutin. Dan kontribusi lahannya masuk dalam APBD Kota Bekasi sebagai dasar pekerjaan infrastruktur.
Lebih jauh lagi: Pemilik sah tidak pernah menjadi tergugat dalam perkara pokok.
“Bagaimana tanah seseorang yang tidak pernah digugat bisa dieksekusi?” tanya Syamsudin.
Derden Verzet Sudah Teregister 17 November 2025 — Eksekusi Seharusnya Tertunda
Pada 17 November 2025, pihaknya mengajukan bantahan eksekusi (derden verzet) yang telah teregister dengan nomor:
581/Pdt.Bth/2025/PN Bks
Secara prosedural, hal itu otomatis menunda eksekusi.
Namun PN Bekasi justru tetap merencanakan eksekusi.
“Ini penyimpangan hukum acara. Jika aturan saja diabaikan, untuk apa peradilan berdiri?” kata Syamsudin.
Inkonsistensi Mencolok: Perkara 148 Justru Diterima
Syamsudin mengingatkan publik bahwa pada perkara 148/Pdt.Bth/2025/PN Bks, bantahan pihaknya diterima dan diputus pada 28 Oktober 2025.
“Kenapa sekarang berbeda? Apa standar hukum berubah-ubah di PN Bekasi?” sindirnya.
Pertanyaan Utama: Ada Apa di PN Bekasi?
Di hadapan para undangan dan awak media, Syamsudin kembali mengetuk pintu nurani lembaga peradilan:
“Ada apa dengan Pengadilan Negeri Bekasi?
Mengapa kejanggalan prosedural yang seharusnya tidak terjadi justru dilakukan oleh lembaga yang seharusnya menjadi penjaga keadilan?”
Desakan Resmi: Eksekusi Harus Dihentikan
Pada akhir pernyataannya, Syamsudin mendesak:
tunda,
hentikan, atau
cabut seluruh rangkaian eksekusi
hingga semua kejanggalan diperiksa secara terang, transparan, dan bertanggung jawab.
Penutup
“Pengadilan jangan menjadi sumber kekacauan hukum.
Pengadilan harus menjadi benteng keadilan.
Dan hari ini, PN Bekasi diuji apakah marwah itu masih melekat.”
(Red)











Komentar