Garut – Kompas Rakyat
Skandal hukum kembali mencuat di Kecamatan Samarang. Pemerintah Desa (Pemdes) Samarang diduga secara terang-terangan mengabaikan putusan inkrah Pengadilan Negeri Garut Nomor 42/PDT/G/2014/PN.GRT Jo. Nomor 350/PDT/2015/PT.BDG yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 26 Mei 2016.
Tindakan ini menyeret dugaan penyalahgunaan wewenang sekaligus pembangkangan hukum dengan nilai kerugian fantastis mencapai Rp20 miliar.
Laporan Resmi Ahli Waris
Pengaduan resmi dilayangkan Yogi Malik Muntaha, kuasa ahli waris almarhum Cep Yoyo bin H. Sobandar, kepada Kapolres Garut pada 21 Agustus 2025.
Dalam surat tersebut, ahli waris menegaskan bahwa mereka adalah pihak yang dimenangkan dalam putusan pengadilan. Namun, hak-haknya justru dirampas secara sepihak oleh Pemdes Samarang melalui surat resmi Nomor 594/08/Ds/2025 yang dikeluarkan pada 24 Februari 2025.
“Ini bukan hanya soal warisan keluarga, tapi pelecehan terhadap putusan pengadilan yang sudah inkrah,” tegas Yogi Malik Muntaha.
Diduga Melawan Hukum
Langkah Pemdes Samarang ini dinilai tidak sekadar melawan hukum, tetapi juga merendahkan wibawa pengadilan dan aparat penegak hukum. Padahal, perkara serupa sebelumnya sudah pernah dihentikan lewat SP3 Nomor S.Tap/04/I/2021/Reskrim.
Ahli waris menilai tindakan ini melanggar sejumlah ketentuan hukum, di antaranya:
Pasal 1917 KUHPerdata → Putusan inkrah wajib dihormati dan dijalankan.
Pasal 421 KUHP → Penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat yang merampas hak orang lain, dengan ancaman pidana 2–8 tahun.
Pasal 1365 KUHPerdata → Perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak lain wajib diganti dengan kerugian.
Kerugian Rp20 Miliar
Akibat keputusan sepihak Pemdes Samarang, ahli waris mengklaim menderita kerugian material dan immaterial senilai Rp20 miliar.
Kerugian itu mencakup hilangnya hak kepemilikan tanah, potensi ekonomi yang lenyap, hingga tekanan psikologis akibat tarik-menarik hukum yang berlarut-larut lebih dari sembilan tahun.
Tuntutan ke Kepolisian
Dalam laporannya, ahli waris mendesak Kapolres Garut untuk:
Menerima dan menindaklanjuti laporan sesuai hukum.
Menyelidiki dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh aparatur Pemdes Samarang.
Menjamin pemulihan hak-hak hukum ahli waris sesuai putusan pengadilan.
Ujian Supremasi Hukum
Kasus ini menjadi pertaruhan serius bagi wibawa hukum di Kabupaten Garut.
Jika dibiarkan, tindakan Pemdes Samarang bisa menjadi preseden buruk: pejabat publik sewenang-wenang mengabaikan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Jika aparat tidak bergerak, bukan hanya Rp20 miliar yang hilang, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum,” tandas ahli waris. (Fiki)
Komentar